JAKARTA, investor.id - Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melesat pada Jumat pagi (23/1/2025). Hal itu ditopang meningkatnya prospek pemangkasan suku bunga The Fed setelah pernyataan dari Presiden AS Donald Trump.
Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 09.11 WIB di pasar spot exchange, rupiah menguat 65 poin (0,4%) ke level Rp 16.218,5 per dolar AS. Pada perdagangan Kamis (23/1/2025), mata uang rupiah sempat ditutup melemah 4 poin berada di level Rp 16.283 per dolar AS.
Ketidakpastian mengenai rencana tarif Trump telah membebani harga obligasi, dengan imbal hasil Treasury yang terus meningkat karena investor obligasi bersiap menghadapi potensi tarif yang dapat memicu inflasi.
Imbal hasil Obligasi AS bertenor 10 tahun berada di 4,637% selama jam perdagangan Asia, lebih rendah dari level tertinggi dalam 14 bulan sebesar 4,809% yang tercatat pekan lalu.
"Trump sebelumnya telah mengisyaratkan keinginannya untuk menurunkan suku bunga sebelum kembali menjabat. Namun, data ekonomi AS saat ini tidak memungkinkan pelonggaran sebesar yang diinginkan Trump tanpa memicu lonjakan inflasi," kata analis pasar senior di City Index Matt Simpson.
Sebagai indikasi kebijakan yang akan datang, Trump mengatakan kepada para pemimpin bisnis di World Economic Forum di Davos, Swiss, pada Kamis bahwa ia ingin menurunkan harga minyak global, suku bunga, dan pajak, serta memperingatkan adanya tarif untuk ekspor ke AS.
"Saya akan menuntut agar suku bunga segera diturunkan. Demikian pula, suku bunga di seluruh dunia seharusnya juga turun," kata Trump melalui konferensi video dari Washington pada hari Kamis.
Langkah Trump
Dolar berada dalam posisi defensif karena investor tetap berhati-hati terhadap langkah-langkah Trump berikutnya terkait perdagangan dan tarif.
"Tidak ada politisi yang mengadvokasi suku bunga yang lebih tinggi, dan Trump selalu dikenal sebagai pendukung suku bunga rendah. Diharapkan presiden akan semakin vokal dan kritis terhadap The Fed,” kata ahli strategi senior suku bunga Asia-Pasifik di TD Securities Prashant Newnaha.
Ketidakpastian mengenai rencana tarif Trump telah membebani harga obligasi, dengan imbal hasil Treasury yang terus meningkat karena investor obligasi bersiap menghadapi potensi tarif yang dapat memicu inflasi.
Imbal hasil Obligasi AS bertenor 10 tahun berada di 4,637% selama jam perdagangan Asia, lebih rendah dari level tertinggi dalam 14 bulan sebesar 4,809% yang tercatat pekan lalu.
"Trump sebelumnya telah mengisyaratkan keinginannya untuk menurunkan suku bunga sebelum kembali menjabat. Namun, data ekonomi AS saat ini tidak memungkinkan pelonggaran sebesar yang diinginkan Trump tanpa memicu lonjakan inflasi," kata analis pasar senior di City Index Matt Simpson.
Berita ini dikutip dari : Investor Daily
Penulis : Indah Handayani
24 Jan 2025 | 09:42 WIB
0 comments:
Posting Komentar