JAKARTA, investor.id - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka jatuh pada perdagangan Selasa pagi (17/12/2024). Pasar menanti kebijakan moneter The Fed dalam pertemuan terakhir tahun ini pada 17-18 Desember.
Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 09.05 WIB di pasar spot exchange, rupiah jatuh 35,5 poin (0,22%) berada di level Rp 16.037 per dolar AS. Pada perdagangan Senin (16/12/2024), mata uang rupiah ditutup ditutup menguat 7 point (0,04%) berada di level Rp 16.001 per dolar AS.
Sementara itu, indeks dollar terpantau melemah 0,09 poin ( 0,08%) sebesar menjadi 106,76. Sedangkan imbal hasil surat berharga negara (SBN) tenor 10 tahun naik 0,027% di level 7,07% pada Senin (16/12/2024).
Sementara itu, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi Eksternal memprediksi, mata uang rupiah fluktuatif pada perdagangan Selasa (17/12/2024). “Namun, ditutup melemah direntang Rp 15.090 – 16.050,” ungkap Ibrahim, Senin (16/12/2024).
Ibrahim menjelaskan, para pedagang tetap waspada terhadap penguatan dolar AS sebelum pertemuan The Fed minggu ini. “Bank sentral diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada akhir pertemuan pada hari Rabu, sehingga suku bunga akan turun total 100 bps pada tahun 2024,” tambah Ibrahim.
Namun, Ibrahim memaparkan, prospek suku bunga bank sentral akan diawasi dengan ketat, terutama mengingat data terbaru yang menunjukkan inflasi meningkat pada bulan November, sementara pasar tenaga kerja tetap kuat. The Fed diperkirakan akan memberi sinyal lebih hati-hati atas pelonggaran di masa mendatang, yang dapat membuat suku bunga tetap tinggi dalam jangka panjang.
Di Asia, BOJ diperkirakan akan mempertahankan suku bunga saat ini minggu ini, karena para pejabat mencari lebih banyak waktu untuk mengevaluasi risiko global dan prospek pertumbuhan upah pada tahun 2024. Hal ini berbeda dengan ekspektasi sebelumnya tentang kenaikan suku bunga.
“Kementerian Keuangan Korea Selatan berjanji pada hari Minggu untuk terus menerapkan langkah-langkah stabilisasi pasar dengan cepat sebagaimana diperlukan untuk mendukung ekonomi setelah pemakzulan,” ucapnya.
Konsumen China Melemah
Sedangkan dari China, Ibrahim menjelaskan, produksi industri China tumbuh seperti yang diharapkan pada bulan November karena langkah-langkah stimulus terbaru dari Beijing mendukung aktivitas bisnis, data menunjukkan pada hari Senin. Namun, penjualan ritel tidak mencapai perkiraan, mencerminkan pelemahan yang sedang berlangsung dalam belanja konsumen China meskipun ada dukungan kebijakan.
Sedangkan dari dalam negeri Ibrahim menjelaskan, surplus neraca perdagangan Indonesia masih berlanjut pada November 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan surplus neraca perdagangan mencapai US$ 4,42 miliar pada November lalu. “Ini adalah surplus ke-55 bulan beruntun,” papar ibrahim, Senin (16/12/2024).
Menurut Ibrahim, surplus pada bulan November ini lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya US$ 2,48 miliar. Surplus ini dipicu oleh nilai ekspor yang lebih tinggi dibandingkan impor. Ekspor RI mencapai US$ 24,01 miliar pada November 2024, sementara impor tercatat US$ 19,59 miliar. Adapun, Impor RI mengalami penurunan hingga 10,71% (mtm) pada November 2024.
Selain itu, tambah Ibrahim, pemerintah resmi memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Namun, sejumlah barang dan jasa tetap dibebaskan dari PPN, sementara beberapa barang lain mendapatkan fasilitas diskon tarif.
Berita ini dikutip dari : Investor Daily
Penulis : Indah Handayani
17 Des 2024 | 09:21 WIB





0 comments:
Posting Komentar