![]() |
Ilustrasi investasi saham. (Image by drobotdean on Freepik) |
JAKARTA, investor.id – Kebijakan kenaikan cukai 0% atau moderat diperkirakan belum cukup mendorong volume penjualan produsen rokok tier 1. Karena itu, rekomendasi untuk sektor rokok tetap netral. Lantas, bagaimana dengan prospek saham PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM)?
RHB Sekuritas mengungkapkan, volume penjualan produsen rokok tier 1 tertekan karena perilaku downtrading yang telah berlangsung dalam dua tahun terakhir akibat pelemahan daya beli dan peredaran rokok ilegal. Selain itu, selisih antara cukai tier 1 dan tier 2 yang makin lebar membuat konsumen memilih alternatif yang lebih murah.
Seperti disebutkan dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Kebijakan Fiskal Utama 2025 dan APBN 2025, pemerintah berencana memperkuat kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) melalui struktur tarif multi-tahun, kenaikan tarif moderat, penyederhanaan layer, dan pengurangan disparitas tarif antar layer. Namun, target penerimaan cukai yang lebih rendah bukan berarti tidak ada kenaikan, seperti yang terjadi pada 2018 dan 2021.
“Kami memperkirakan kenaikan tarif yang moderat untuk meminimalkan kesenjangan antara tier 1 dan tier 2,” tulis RHB Sekuritas dalam risetnya.
Lebih lanjut, perusahaan efek itu menjelaskan bahwa meskipun kebijakan mendatang dapat mempersempit kesenjangan cukai, yang saat ini Rp 432/batang untuk rokok kretek mesin (SKM) atau lebih dari 2 kali dibandingkan tahun 2019, konsumen dapat memilih rokok tier 2 yang harganya 20% lebih murah dari rokok tier 1 karena daya beli melemah. Selain itu, setiap kenaikan harga tier 1 adalah kesempatan bagi tier 2 untuk menaikkan harga.
Dengan ekspektasi kenaikan cukai 0% atau moderat, RHB memperkirakan pemain rokok tier 1 akan menaikkan harga yang sedikit lebih tinggi untuk memperbaiki margin daripada volume guna mencapai pertumbuhan laba. Margin laba kotor (gross profit margin/GPM) HM Sampoerna (HMSP) dan Gudang Garam (GGRM) telah berada di bawah 20% atau di bawah level pra Covid-19, sehingga pertumbuhan laba terbatas.
Adapun dampak penuh dari kebijakan kenaikan cukai 0% atau moderat akan terlihat pada kuartal II-2025. Hingga semester I-2024, volume penjualan industri rokok tumbuh 3,1%. HMSP dan GGRM mencatat penurunan volume penjualan, yang menunjukkan pangsa pasar tier 2 berkembang akibat downtrading.
“Kami memperkirakan dampak dari kenaikan cukai yang lebih ringan akan netral bagi pemain tier 1, karena keputusan kenaikan cukai tahun 2025 bergantung pada keputusan pemerintah pada tahun ini,” jelas RHB.
Rekomendasi dan Target Harga Saham
Sementara itu, hasil survei RHB menunjukkan bahwa HM Sampoerna (HMSP) merupakan satu-satunya produsen yang menaikkan harga jual rata-rata (average selling price/ASP) pada Agustus 2024, terutama Marlboro Red, A-Mild, dan Sampoerna Kretek sebesar 2,5-3,2% mom.
Kenaikan harga A-Mild sebesar 3,2% mom menjadikannya SKM termahal, kecuali Surya Pro Exclusive yang merupakan produk premium. Hal itu diperkirakan bakal mendorong Gudang Garam (GGRM) untuk menaikkan harga pada September tahun ini.
Sebab itu, menurut RHB, HMSP merupakan opsi yang lebih baik bagi investor karena eksposurnya yang lebih besar di segmen rokok kretek tangan (SKT), menyumbang 30% terhadap total pendapatannya dibandingkan GGRM yang kurang dari 10%.
“Peralihan ke SKT yang lebih terjangkau akan menguntungkan HMSP, sehingga memungkinkan HMSP mempertahankan pertumbuhan volume yang datar meski terjadi penurunan di industri. Selain itu, HMSP secara konsisten membayar dividen dengan rasio pembayaran sekitar 100%,” sebut RHB.
RHB menetapkan saham HM Sampoerna (HMSP) sebagai pilihan utama. Rekomendasi saham HMSP adalah beli dengan target harga Rp 970. Sebaliknya, jual saham Gudang Garam (GGRM). Target harga saham GGRM sebesar Rp 13.700.
0 comments:
Posting Komentar